Social Icons

Selasa, 11 Februari 2014

ANGKASAKU, ANGKASAMU, ANGKASA KITA

Image from practicalboating.com


Bulatan Angkasa ( Celestial Sphere )

Pada waktu malam hari dalam kondisi cuaca yang baik dan kita melihat ke langit,  maka kita akan melihat bintang-bintang bertaburan di langit.   Bila kita mencoba menghitung jumlah bintang-bintang yang bertaburan itu,  niscaya kita akan kebingungan sendiri,  karena semakin diperhatikan dengan seksama,  maka semakin bertambah lagi bintang-bintang yang tampak.   Tidak ada manusia yang mampu menghitung jumlah benda-benda angkasa itu.   Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan jumlah bintang yang bertaburan di langit selain kata-kata ' bermilyar-milyar bintang ada di sana '.

New Release
Albert Einstein: Ruang-Waktu?




Penampakan bintang-bintang di langit pada waktu malam hari memberi suatu gambaran,  bahwa semua bintang-bintang itu berada pada suatu permukaan dari ruang maha luas berbentuk lingkaran bulat sempurna.  Dalam astronomi,  lingkaran bulat sempurna itu disebut ' Bulatan Angkasa '.( Celestial Sphere ).  Dan kita selaku penilik berada di pusat bulatan angkasa tersebut.  

Di mana saja seorang penilik berada,  akan mendapatkan kesan yang sama tentang adanya bulatan angkasa itu.  Bila seseorang mencoba membayangkan berapa besar jari-jari bulatan angkasa tersebut,  maka akan sulit sekali menentukannya karena semua benda-benda angkasa itu seolah-olah berada pada permukaan bulatan yang sama,  padahal antara bintang yang satu dengan bintang lainnya terpaut jarak yang juga sulit untuk menghitungnya.

Ukuran jari-jari bulatan angkasa yang tidak bisa dibayangkan besarnya,  dan kemudian dibandingkan dengan ukuran-ukuran yang ada di bumi,  menyebabkan seolah-olah ukuran-ukuran yang ada di bumi menjadi tidak ada artinya.   Bumi hanyalah satu titik,  dan menjadi Titik Pusat dari bulatan angkasa tersebut.   Di kawasan manapun di bumi ini seorang pengamat/penilik berada,  dia menjadi titik pusat dari bulatan angkasa.  Oleh karenanya bulatan angkasa adalah angkasaku,  angkasamu, angkasa kita !

Dan untuk menentukan tempat kedudukan dari suatu titik di bulatan angkasa,  maka pertama kali dibayangkan adanya suatu bidang mendatar yang melalui mata si penilik.  Bidang imajinasi yang melalui mata penilik merupakan suatu bidang istimewa di bumi,  karena bidang khayal ini sejajar dengan permukaan benda cair yang dalam keadaan berhenti.  Bidang ini dalam astronomi dinamakan Muka Cakrawala.

Suatu garis-tinggi dari muka cakrawala yang searah dengan unting-unting,  yaitu arah yang dihitung dari titik pusat bumi - lurus ke kaki dan kepala penilik - disebut Normal dari tempat penilikan.  Garis Normal penilikan ini memotong bulatan angkasa pada dua titik.   Titik atas dari bulatan angkasa disebut Titik Puncak atau Zenit,  sedangkan titik di bagian bawah bulatan angkasa disebut Titik Bawah atau Nadir.  Lihat gambar di bawah ini.




Pada gambar di atas,  Z adalah Zenit dan N adalah Nadir,  garis ZN adalah Normal penilik.  Bidang yang melalui titik pusat bulatan angkasa dan tegak lurus garis Normal adalah Muka Cakrawala ( bidang S-T-U-B ).  

Muka Cakrawala memotong bulatan angkasa berupa Lingkaran Besar,  yang disebut Cakrawala.  Sedangkan suatu Lingkaran Besar yang tegak lurus kepada Cakrawala dan melalui titik Utara dan titik Selatan,  disebut Derajah Angkasa atau Derajah Penilik.  Titik Barat ( B ) dan Titik Timur ( T ) didapat dengan cara menarik garis melalui titik pusat bulatan angkasa,  dan tegak lurus arah Utara - Selatan.  Bila kita menghadap ke arah Utara,  maka Titik Timur berada di sebelah Kanan kita,  dan Titik Barat berada di sebelah Kiri kita.  


Tinggi dan Asumut Benda Angkasa

Ketika kita melihat sebuah bintang di langit,  maka kita dapat menentukan posisinya pada suatu saat yang tertentu terhadap bidangi-bidang,  sudut-sudut atau busur-busur,  dan garis-garis yang terdapat di bulatan angkasa.  Sudut-sudut dan garis-garis itu merupakan koordinat-koordinat dari benda angkasa.

Pada gambar di bawah ini,  Z = Zenit,  N =  Nadir,  U = Utara,  S = Selatan, Lingkaran Z-S-N-U = Derajah Angkasa,  dan Bt =  sebuah bintang/benda angkasa.


 Sistem Koordinat Horison


Pada gambar,  Z-P-K-Bt adalah muka-tegak dari bintang dan memotong bulatan angkasa menurut sebuah lingkaran besar yang dinamakan Lingkaran Tegak dari benda angkasa / Bintang Bt. 

Arah P-Bt ditentukan oleh besarnya sudut KPBt,  yaitu sudut yang dibentuk oleh arah di mana benda angkasa itu berada dengan muka cakrawala.   Sudut ini dinamakan Tinggi dari benda angkasa Bt.  Dengan demikian yang dimaksud dengan Tinggi Bintang atau Tinggi Benda Angkasa,  ialah sebagian busur dari lingkaran tegak yang dihitung dari cakrawala sampai ke bintang tersebut ( Busur K-Bt ).

Kita juga dapat menentukan arah benda angkasa Bt dengan melihat sudut yang dibentuknya dengan Normal.  Sudut ini,  yaitu sudut ZPBt,  tidak lain adalah komplemen dati tinggi bintang,  dan disebut Jarak Puncak benda angkasa Bt.  Jarak Puncak suatu benda angkasa adalah sebagian busur dari lingkaran tegak,  yang dihitung dari Zenit ke bintang tersebut ( Bususr ZBt ).

Posisi suatu bintang tidak hanya ditentukan oleh tingginya saja,  melainkan juga ditentukan oleh Asumutnya.  Asumut suatu benda angkasa pada dasarnya adalah sebagian busur dari cakrawala,  dihitung mulai dari titik Utara atau titik Selatan sampai ke titik duduk dari lingkaran tegak benda angkasa tersebut.  Pada gambar di atas,  asumut benda angkasa Bt adalah busur U - K atau sudut UPK.

Asumut benda angkasa dihitung dari titik Utara atau titik Selatan,  ke arah Timur atau Barat.  Misalnya asumut U 60 derajat  T,  berarti asumut dihitung dari titik Utara ke arah Timur 60 derajat.  Asumut S 45 derajat B,  berarti asumut dihitung dari titik Selatan ke arah Barat 45 derajat.

Koordinat tinggi dan asumut bintang yang digambarkan berupa sudut atau sebagian busur lingkaran,  dengan patokan berupa lingkaran tegak, titik-titik Zenith, Nadir, S,T,U,B pada bulatan angkasa ( celestial sphere ), dinamakan Sistem Koordinat Horizon ( Horizontal Coordinate System ).

Beberapa definisi dalam Sistem Koordinat Horison:

Tinggi  Bintang ( Altitude )  :  ialah sudut antara garis dari arah bintang dengan muka cakrawala ( ekuator bumi ).  Atau,  sebagian busur dari lingkaran tegak yang melalui pusat benda angkasa,  dihitung dari muka cakrawala sampai ke benda angkasa tersebut.

Jarak Puncak dari sebuah benda angkasa,  ialah sudut antara garis arah benda angkasa dengan garis normal penilik.  Atau,  sebagian busur dari lingkaran tegak yang melalui pusat benda angkasa,  dihitung dari Zenith sampai ke benda angkasa tersebut.

Asumut Bintang  :  ialah sudut antara muka derajah angkasa dengan muka tegak dari benda angkasa tersebut.  Atau,  sebagian busur dari cakrawala ( ekuator bumi ),  dihitung dari titik Utara atau Selatan sampai ke titik duduk dari lingkaran tegak yang melalui pusat benda angkasa tersebut.


Asumut dan tinggi suatu benda angkasa berubah setiap saat disebabkan karena gerakan sehari-hari dari benda angkasa tersebut.  Oleh sebab itu cara penulisan asumut dan tinggi bintang / benda angkasa haruslah disertakan pula pada saat mana penilikannya dilakukan ( menyebutkan jam, menit, dan detiknya  ),  dan lokasi penilikan ( menyebutkan lintang dan bujur tempat penilikan ),  serta ketinggian penilik diperhitungkan dari permukaan laut.

Sebab suatu penilikan sebuah bintang yang dilakukan oleh dua orang pada saat yang sama,  tempat penilikan berbeda,  hasilnya juga berbeda.  Penilikan sebuah bintang oleh dua orang pada saat yang sama,  tempat penilikan juga sama,  tetapi ketinggian pengamat berbeda,  hasilnya juga berbeda.  Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya faktor ' lengkungan sinar astronomis ' atau ' astronomical refraction '.  Astronomical refraction terjadi dan berlaku sesuai Hukum Snellius atau Snell's Law :

Snell's law states that the ratio of the sines of the angles of incidence and refraction is equivalent to the ratio of phase velocities in the two media, or equivalent to the reciprocal of the ratio of the indices of refraction:

{\frac  {\sin \theta _{1}}{\sin \theta _{2}}}={\frac  {v_{1}}{v_{2}}}={\frac  {n_{2}}{n_{1}}}
with each \theta as the angle measured from the normal of the boundary, v as the velocity of light in the respective medium (SI units are meters per second, or m/s) and n as the refractive index (which is unitless) of the respective medium. ( Snell's Law  ).



Gerakan angkasaku, angkasamu, angkasa kita

Ketika pada waktu malam hari yang cerah kita memandang ke langit dan mengamati bintang-bintang yang bertaburan di angkasa,  kita akan mengetahui bahwa bintang-bintang itu tidak diam pada tempatnya,  melainkan bergerak.  Demikian pula ketika mengamati keindahan bulan di saat purnama,  bulan purnama itu juga bergerak.  Suatu saat cobalah amati rasi-rasi bintang yang anda kenal,  yang sering tampak dilihat dari rumah tempat tinggal anda,  ketika malam hari cerah.  Rasi-rasi bintang itu juga bergerak,  misalnya semula tampak lebih tinggi lalu beberapa saat kemudian tampak lebih rendah,  atau sebaliknya.  Namun anehnya, jarak antara bintang yang satu dengan bintang lainnya tidak berubah !

Misalnya,  kita mengamati Rasi Bintang Beruang Besar ( Ursa Mayor ) atau Rasi Bintang Pari ( Crux ).  Kedudukan bintang-bintang di dalam gugusan bintang itu tdak berubah.  Mengapa demikian ?  Sebabnya ialah,  bahwa sebetulnya yang bergerak bukan bintang-bintang itu,  melainkan bumiku, bumimu, dan bumi kita. Bumi kita inlah yang bergerak, selain gerakan mengelilingi matahari bumi kita juga berputar pada porosnya atau berotasi.  Jadi gerakan bulan dan bintang-bintang di langit adalah gerakan maya.  Gerakan maya benda-benda angkasa itu menyebabkan setiap saat kedudukannya berubah terhadap penilik yang berada di bumi.

Akibat dari rotasi bumi pada porosnya - garis imajiner antara Kutub Utara dan Kutub Selatan - menyebabkan gerakan maya dari bintang-bintang di langit juga memiliki poros imajiner,  di mana titik-titik ujung poros di bulatan angkasa dinamakan Kutub Utara Angkasa ( North Celestial Pole -NCP ) dan Kutub Selatan Angkasa ( South Celestial Pole - SCP ).

Pada gambar di bawah ini poros angkasa ditunjukkan dengan garis SCP-P-NCP.  Sudut NCP-P-U atau busur NCP-U disebut Tinggi Kutup.  Lingkaran besar T-F-B-D  yang bidangnya tegak lurus terhadap poros angkasa disebut Ekuator Angkasa ( Celestial Equator ).

Bidang dari ekuator angkasa membagi bulatan angkasa menjadi dua bagian, yaitu setengah bulatan lintang Utara angkasa dan setengah bulatan lintang Selatan angkasa. Contoh pada gambar,  penilik berada di lintang Utara,  dan busur D-Z adalah Lintang Angkasa ( Sky Latitude atau Celestial Latitude ) dari penilik / obserber,  besarnya sama dengan lintang geografi penilik.  Dan mengingat bidang ekuator angkasa tegak lurus terhadap poros angkasa,  dan poros angkasa membentuk sudut / memiliki tinggi kutub NCP-U terhadap muka cakrawala,  maka besarnya busur D-Z = busur NCP-U.  Oleh karenanya :

Lintang Angkasa  penilik = Lintang geografi penilik = Tinggi Kutub  ( U /S )


Sistem Koordinat Ekuator


SCP-NCP adalah poros angkasa,  semua benda-benda angkasa beredar dengan poros tersebut. Dan arah peredaran bintang adalah dari Timur ke Barat    Lintasan peredaran harian benda-benda angkasa berupa lingkaran-lingkaran yang sejajar dengan ekuator angkasa.  Sedangkan lintasan peredaran matahari membuat sudut 23,5 derajat terhadap ekuator angkasa, dan disebut Ekliptika.  Titik Aries (  ) adalah salah satu titik perpotongan ekliptika dengan ekuator angkasa.

Pada gambar terlihat lintasan peredaran bintang Bt.  Posisi bintang di Bt-1 .menunjukkan bintang tersebut mulai terbit,  oleh karenanya titik Bt-1 dinamakan  Titik Terbit untuk bintang Bt.  Sedangkan titik Bt-3 adalah Titik Rembang Atas,  Titik Bt-4 adalah Titik Terbenam,  dan Titik Bt-5 adalah . Titik Rembang Bawah untuk bintang Bt.

Waktu yang ditempuh bagi sebuah bintang satu kali peredarannya - dari titik rembangan atas / rembang bawah  kembali ke titik itu lagi - disebut Hari Bintang, dan dibagi dalam 24 jam bintang. 
Waktu yang kita gunakan sehari-hari juga diukur  melalui perembangan matahari,  dan disebut Hari Matahari. Lamanya satu hari matahari diambil nilai rata-rata dari perembangannya,  yaitu :  23 jam 56 menit 04 detik



Image from commonswikipedia


Cara menentukan koordinat sebuah bintang dalam sistem koordinat ekuator mirip dengan Tata Koordinat Bumi berupa Lintang dan Bujur yang diperhitungkan dari lingkaran ekuator bumi atau khatulistiwa.  Dalam sistem koordinat ekuator istilah Lintang Angkasa ( Celestial Latitude ) dan Bujur Angkasa ( Celestial Longitude ) tidak digunakan,  diganti dengan Deklinasi ( Declination ) dan Rambat Lurus ( Ascentio Recta atau Right Ascension: RA ).

Deklinasi sebuah bintang :  adalah sebagian busur lingkaran besar yang melalui Kutub Angkasa dan bintang, dihitung mulai dari ekuator angkasa sampai ke bintang tersebut.  Pada gambar di atas,  deklinasi bintang Bt-2 adalah busur A-Bt-2.  Deklinasi bintang dihitung dari ekuator angkasa ke arah Utara atau Selatan,  dari 0 derajat ( Ekuator Angkasa ) - 90 derajat ( Kutub Angkasa ).  Untuk deklinasi Utara diberi tanda: +,  dan untuk deklinasi Selatan tanda: -.

Right Ascension  sebuah bintang :  adalah sebagian busur dari ekuator angkasa yang dihitung mulai dari Titik Aries ke arah Timur ( kebalikan dari arah peredaran bintang ),  sampai ke titik duduk bintang di ekuator angkasa.   Pada gambar di atas, RA dari bintang Bt-2 adalah busur - F-B-D-A,  diperhitungkan dalam ukuran jam, menit, dan detik.

Dengan menggunakan data lintang dan bujur pengamat di suatu tempat,  kita dapat menggambarkan bulatan angkasa / celestial sphere pengamat / observer,  lingkaran peredaran bintang-bintangnya,  dan juga posisi bintangnya jika deklinasi dan RA-nya sudah diketahui.  Di bawah ini contoh celestial sphere untuk kota Oxford di Inggris dan pulau Principe di sebelah Barat Afrika,  dua tempat yang digunakan dalam upaya pembuktian teori relativitas umum pada tahun 1919.


Celestial Sphere untuk observer di satu kota hanya berlaku untuk kota tersebut,  sedangkan koordinat bintang yang diamati juga hanya berlaku pada waktu pengamatan itu dilakukan.


The Celestial Sphere for an Observer in Seatle

Of course, since the Earth rotates, your coordinates will change after a few minutes.

 


Di bawah ini penggambaran bulatan angkasa untuk kota Mountain View dan Los Angeles.  Mountain View terletak pada posisi geografi : 37.39 N / 122.08 W,  sehingga Tinggi Kutub Angkasa ( NCP ) : 37.39 dihitung dari Titik Utara.  Sedangkan posisi geografi Los Angeles : 34.05 N / 118.24 W, tinggi NCP-nya : 34.05 dari Titik Utara.



Di bulatan angkasa untuk pengamat yang berada di Mountain View terlihat peredaran bintang Bt melalui lingkaran Bt-1 - SCP - Bt-2.  Lingkaran peredaran ini terletak di bawah ekuator bumi,  sehingga Titik Rembang Atas ( Bt-2 ) dan Titik Rembang Bawah ( Bt-1 ) selalu berada di bawah ekuator.  Berarti bintang Bt tidak bisa diamati dari Mountain View.  Bintang-bintang yang lingkaran peredarannya terletak di bawah ekuator disebut : Bertitik Batas Di Bawah Ekuator.  

Sebaliknya pada bulatan angkasa untuk pengamat yang berada di Los Angeles terlihat lingkaran peredaran bintang Bt di atas ekuator.  Berarti bintang Bt tersebut selalu tampak dilihat dari kota Los Angeles.  Bintang-bintang yang lingkaran peredarannya terletak di atas ekuator disebut : Bertitik Batas Di Atas Ekuator.



New Release 22 May 2016

Buy on Amazon

Paperback or Kindle eBook



What Exactly Is Gravity ?
Gravitasi Penggerak Puting Beliung / Tonado



Share

1 komentar:

  1. 1xbet | 1xbet | Bet with a Bonus - RMC | Riders Casino
    1XBet allows you 1xbet app to bet on any favourite horse races or any septcasino.com other sporting event. ✓ 바카라 사이트 Get up to £300 casinosites.one + 200 Free Spins https://tricktactoe.com/ No Deposit

    BalasHapus

 
Blogger Templates